Pagelaran Sang Dewandra Gaungkan Eksistensi Seni Tari UVERS Di Kota Batam

Eksistensi Kota Batam sebagai Kota Industri dan Kota Pariwisata telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Guna melengkapi pariwisata di Kota Batam, mendorong iklim apresiasi seni adalah hal yang perlahan perlu didorong dan diwujudkan. Program Studi Seni Tari Universitas Universal (UVERS) secara konsisten menghidupkan iklim seni melalui pagelaran yang dilakukan sebagai luaran proses pembelajaran.

Dua tahun tanpa kegiatan, tahun 2022 menjadi titik balik untuk kembali menyemarakkan pageralan tari di lingkungan UVERS. Pagelaran Tari Sang Dewandra menjadi pagelaran pertama yang diselenggarakan oleh Program Studi Seni Tari pasca pandemi Covid-19. Pagelaran Tari yang dilaksanakan pada Sabtu malam (02/07) tersebut dihadiri oleh khalayak dari masyarakat, keluarga mahasiswa, dan mahasiswa. Tidak hanya itu, Diansyah, S.S., M.Pd selaku Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam dan Khairiyah Mukhdar, S.Sos selaku Kepala Seksi Kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam juga turut hadir.

Pagelaran yang merupakan hasil karya Tugas Akhir mahasiswa tersebut menyajikan 5 karya sebagai luaran dari proses pembelajaran kesarjanaan di UVERS. Karya-karya yang ditampilkan, yaitu Raja Hamidah, Seri Petua, Elok, Cantik, dan Bapijak Mangko Ka Tajadi. Raja Hamidah yang menjadi karya koreografer Restu Gustian Asra terinspirasi dari prinsip mempertahankan diri dan amanah dari putri raja Engku Putri Raja Hamidah. Prinsip tersebut kemudian membentuk karakter Raja Hamidah yang menjadi sumber inspirasi karya tersebut.

Di sisi lain, karya sastra melayu berjudul Gurindam 12 juga menginspirasi karya Seri Petua. Koreografer Seri Petua, Rezky Gustian Asra terinspirasi dari nasehat dalam Gurindam 12 yang menjadi Seri yang berarti Cahaya dan Petua yang berarti Nasehat bagi masyarakat Melayu. Tidak ketinggalan, syair-syair Jogi juga diimplementasikan dalam penyajian karya bertajuk Elok. Karya ini ingin mengusung pesan syair Jogi tentang penggambaran perempuan dan kehidupan yang tidak kekal dari koreografer Melati Tamara.

Selanjutnya, karya tari Cantik memberikan perspektif dari sisi feminisme. Koreografer Jovinka Agathadianti menyoroti isu perwujudan ideal perempuan dalam bentuk tubuh langsing, rambut hitam, dan berkulit putih dalam budaya populer. Koreografer menggambarkan dilema ketidakpercayaan diri perempuan yang tidak sejalan dengan standar kecantikan tersebut dan terjebak dalam pilihan mengikuti standar atau menjadi otentik. Terakhir, Koreografer Gilda Nurul Shaesa menceritakan perjuangannya dalam memilih dunia tari dengan segudang tantangan dalam karya Bapijak Mangko Ka Tajadi.

“Luar biasa, saya terkesima melihat penampilan adik-adik yang luar biasa” ujar Diansyah, S.S., M.Pd selaku Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam. Ia menegaskan bahwa UVERS telah memberikan kado bagi pemerintah daerah Kota Batam dengan menyediakan Program Studi Seni Tari pertama di Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau yang harus dikembangkan bersama. (AS)

Scroll to Top